74 Tahun Pakai KUHP Belanda, Prof Hibnu : Setop Ego Sektoral |
74 Tahun Pakai KUHP Belanda, Prof Hibnu : Setop Ego Sektoral
Jakarta – 74 Tahun Indonesia merdeka, ternyata masih memakai KUHP warisan kolonial penjajah Belanda. Anggota DPR datang silih berganti, tidak bisa membuat KUHP nasional. Apa yang menjadi masalah??
“Menurut saya kuncinya satu, utamakan kepentingan bangsa dan
negara di atas alasan apapun,” kata pakar hukum Prof Hibnu Nugroho, Jumat
(16/8/2019). KUHP dibuat pada 1830 di Belanda dan dibawa ke Indonesia pada
1872. Pemerintah kolonial memberlakukan secara nasional pada 1918 hingga saat
ini. KUHP yang mempunyai nama asli Wet Wetboek van Strafrecht itu lalu
menggusur seluruh hukum yang ada di Nusantara, dari hukum adat, hingga hukum pidana agama. Nilai-nilai
local pun tergerus hukum penjajah.
“Kita semua tahu saat ini banyak sekali para ahli namun
demikian cendikiawan sejati adalah mereka yang mampu mengendalikan egoisme pribadi
dan egoisme sektoral,” cetus guru besar ilmu hukum Univesitas Jendral Soedirman
(Unsoed) Purwokerto itu.
Adapun menurut ahli hukum abdul fickar Hadjar, meski belum
ada KUHP baru, namun telah lahir banyak UU lain yang bisa menjadi tolak ukur
kemajuan peradaban Indonesia. Seperti Korupsi, UU TPPU, UU Pornografi, UU ITE
atau UU lain, meski tak secara khusus mengatur tidak pidana tertentu, juga
sudah mengakomodir perilaku-perilaku yang berdimensi kejahatan.
“Namun demikian tentunya masih banyak tindak pidana tertentu
yang pengaturannya belum sempurna yang kemudian orang berharap akan diakomodasi
dalam KUHP yang baru,” uajar Fickar.
“Harapan adalah harapan. KUHP yang baru yang diharapkan
menjadi kondifikasi hukum pidana juga ternyata tidak mampu mengakomodir
harapan-harapan itu. Bahkan pada beberapa
hal menjadi indikator kemunduran. Misalnya dengan memasukan beberapa UU yang
bersifat luar biasa seperti tindak pidana korupsi, narkotika atau terorisme. Di
satu sisi tujuan kondifikasi tercapai di sisi lain, tapi akan mengakibatkan
tergradasinya UU menjadi UU yang bersifat biasa. Padahal penangananya harus
bersifat biasa. Padahal penangananya harus bersifat luar biasa pula, ujar
pengajar Universitas Trisakti itu.
Dalam draf RUU KUHP baru, berikut sebagaian nilai-nilai dan
pasal yang mengadopsi nuansa pidana ke-Indonesia-an :
~ Pasal Santet
Draft RUU KUHP memuat pasal santet. Yaitu barang siapa yang
mempromosikan diri bisa menyantet/memiliki ilmu gaib dapat dipidana penjara
maksimal 5 tahun penjara. Di KUHP Belanda tidak ada pasal ini.
~ Kriminalisasi LGBT
Draft RUU KUHP akan mengkriminalisasi LGBT, tanpa pandang
bulu usianya. Dalam KUHP saat ini, LGBT sesama orang dewasa legal. LGBT dinilai
bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila.
~ Kriminalisasi Kumpul Kebo
Budaya Barat, termasuk Belanda, mentelerir budaya kumpul
kebo. Dalam KUHP baru yang mengusung nilai Pancasila, akan mengkriminilasasi
orang yang hidup serumah tanpa ikatan pernikahan.
~ Kriminalisasi Free Sex
Di Eropa, lazim orang melakuakan hubungan seks suaka sama
suka tanpa ikatan pernikahan. Sehingga hal ini bukan delik pidana dan tidak
diatur dalam KUHP hal itu dinilai bertentangan dengan Pancasila dan akan diatur
dalam KUHP baru. Hal itu akan diatur sebagai delik zina.
~ Membangkitkan Hukum Adat
Hukum Adat disingkirkan dalam KUHP Belanda. Hal itu juga
dianggap bertentangan dengan nilai-nilai yang hidup di Nusantara sehingga perlu
menghidupkan lagi Hukum Adat di KUHP.
Kita harus menaatin Hukum yang ada di Indonesia buat
temen-temen semua jangan melanggar aturan yang udah di Perintahkan dari Hukum
dan Agama.
Blogger Comment